Rabu, Februari 18, 2009

Mujahdin FM Goes To Aljazair, edisi Jumat, 29 Agustus 2008/ 27 sya’ban 1429 H

Tagline : ” Jelajahi Muka Bumi...Temukan Kebesaran Illahi... ”

Opening (”Aljazair ”)
Script 1
IF yang dirahmati Allah, dimanapun anda berada, kembali hari ini kita akan melanjutkan perjalanan kita menjelajahi berbagai belahan dunia...menyaksikan geliat islam di berbagai negeri...mengambil hikmah dari berbagai kejadian yang mereka hadapi dan turut berucap syukur manakala cahaya agama Allah kian terang menderang hangatkan hati-hati saudara seakidah kita yang senantiasa istiqomah di belahan bumi manapun mereka berpijak...
IF, pada pagi hari yang berbahagia kali ini rendra ingin mengajak Ikhwafillah ke sebuah negara di belahan bumi Afrika. Yak, Satu jam ke depan kita akan menjelajahi dinamika negeri besar ini...menapaktilasi sejarah dan perkembangan geliat Islam bertahun – tahun yang lalu di negara itu...

Mayoritas penduduk Aljazair beragama Islam. Dari sejarahnya, agama tersebut masuk ke Aljazair pada masa Khulafaur Rasyidin sekitar abad ke-7. Kemudian Islam makin punya pengaruh kuat saat kawasan itu berada di bawah kekuasaan Turki Ottoman hingga abad ke-19. Tak mengherankan jika Islam menjadi agama yang dianut 99 persen penduduk Aljazair kini.
Bangsa pengembara Barbar diperkirakan menjadi penduduk asli negara dengan wilayah seluas 2,4 juta km persegi itu sejak tahun 3.000 SM. Namun sistem kekuasaan pertama di sana, Kerajaan Kartago, dibangun oleh orang-orang Funisia pada tahun 1.000 SM dan bertahan selama ratusan tahun, sebelum akhirnya diruntuhkan oleh serangan pasukan Romawi pada tahun 146 SM. Setelah kejatuhan Romawi, Aljazair seperti kawasan Afrika Utara lainnya, berada di bawah pengaruh barat yang kuat.
Mulai tahun 1830, Aljazair menjadi jajahan Prancis hingga merdeka pada 3 Juli 1962. Setahun kemudian, Bella terpilih sebagai presiden hingga dua tahun kemudian digulingkan Boumedienne.
Setelah berkuasa 16 tahun, Boumedienne meninggal karena sakit. Posisinya digantikan oleh Sekjen Front Pembebasan Nasional (FLN), satu-satunya partai di Aljazair bentukan Boumedienne, Chadli Benjedid. Benjedid melakukan reorientasi perekonomian dari industrialisasi yang sentralistis ke pertanian. Benjedid membebaskan Bella yang selama 14 tahun ditahan oleh pendahulunya.
Pada masa pemerintahan Benjedid pecah pemberontakan rakyat. FLN ditentang di mana-mana. Benjedid terpaksa menggelar pemilu multipartai untuk pertama kalinya pada 20 Juni 1990. Diluar dugaan, partai Front Penyelamat Islam (FIS) memenangkan 54 persen suara, sementara FLN hanya 28 persen. Kegagalam FLN dalam pemilu memaksa Benjedid mengundurkan diri. Secara sepihak, hasil pemilu dibatalkan. Para tokoh FIS pun ditahan.
Dengan alasan keamanan negara, kekuasaan diambil alih Badan Penasehat Presiden (HCS) yang menunjuk Mohammed Boudiaf sebagai presiden baru. Namun, Boudiaf tewas di tengah perundingan damai dengan FIS. FLN tampil lagi sebagai partai berkuasa. Saat ini Aljazair dipimpin Presiden Abdelaziz Bouteflika dan kepala pemerintahan dijalankan PM Ali Benflis.
Meski kerap dirundung pertikaian, Aljazair punya pengaruh diplomasi kuat di kawasan tersebut. Ia pernah diminta Iran menjadi negosiator dengan Amerika Serikat dalam kasus penyanderaan 52 warga AS di Iran pada 1980. Aljazair juga dikenal sebagai pendukung kemerdekaan bangsa-bangsa, termasuk Palestina.
Wilayah Aljazair meliputi dataran rendah, pegunungan, dan gurun sahara di selatan, yang meliputi 85 persen dari keseluruhan wilayah. Penduduknya mencapai 30 juta jiwa. Negara yang beribukota Aljeria ini, berbatasan dengan Laut Mediterania di utara, Mali, dan Nigeria di selatan, Maroko di Barat serta Tunisia dan Libya di Timur.
Kuatnya pengaruh kolonialisme Prancis terlihat dari bahasa Prancis yang menjadi pengantar selain bahasa Arab. Aspek sosial dan budaya juga memperoleh pengaruh kuat dari Prancis, selain Islam. Sastrawan Prancis terkemuka peraih nobel, Albert Camus, juga dilahirkan di Aljazair.



Script 2
IF, kembali lagi bersama Rendra di 105,8 Mujahidin FM, MFM_Around The World : Jelajahi Muka Bumi…Temukan Kebesaran Illahi…

Ikhwah Fillah, Seperti yang ane sebutkan di awal tadi agama Islam merupakan agama mayoritas yang dipeluk penduduk di negara Aljazair. Lebih jauh dari itu, bahkan Islam telah menjadi acuan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Di samping itu, Islam juga memberikan identitas kultural dan orientasi sikap.
Sejak zaman revolusi, rezim yang berkuasa ingin membangun sebuah negara sosialis Islam Arab dan secara ketat mengawasi kehidupan beragama. Begitu mendarat di Aljazair, bangsa Prancis langsung berupaya mengeliminir budaya Islam dalam masyarakat Aljazair. Padahal berdasarkan hukum Islam, tidak dibenarkan kaum non-muslim menguasai kehidupan umat Islam dalam waktu permanen.
Departemen agama Aljazair dengan penuh semangat mengawasi langsung sekitar 5.000 bangunan masjid di seluruh negara hingga pertengahan tahun 1980. Para imam masjid diberi pelatihan, diangkat, dan digaji oleh negara. Setiap tema khutbah Jumat juga ditentukan oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan agama di sekolah-sekolah, mendirikan universitas, dan institut agama Islam.
Rupanya hal tersebut tidak memuaskan sebagian kalangan. Pada awal tahun 1964 terbentuklah kelompok gerakan Islam bernama Al-Qiyam, yang merupakan embrio dari Front Penyelamat Islam (Islamic Salvation Front) yang muncul tahun 1990-an. Al-Qiyam menuntut dominasi Islam secara luas di Aljazair baik pada sistem hukum dan perpolitikan negara, dan menentang praktik budaya barat yang tumbuh di masyarakat.
Meskipun kegiatan kelompok Islam ini tidak bertahan lama, namun fenomena ini muncul kembali di sepanjang tahun 70-an dengan nama organisasi berbeda. Gerakan tersebut berbenih di kampus-kampus sebagai penekan terhadap pemerintah dan penyeimbang dari kelompok mahasiswa sayap kiri.
Dekade 80-an gerakan ini semakin bertambah kuat. Pada masa inilah bentrokan berdarah pertama kali terjadi di kampus Ben Aknoun-Universitas Aljazair, tepatnya bulan November 1982. Sejak saat itulah pertikaian dan bentrokan selalu berlangsung hampir di semua provinsi secara intensif sepanjang tahun 80-an dan awal 1990.
Perkembangan Islam menjadi faktor yang sangat berdampak pada masyarakat Aljazair. Banyak kaum wanitanya mulai menggunakan cadar, beberapa karena memang semakin kuat keimanannya dan sebagian lagi lantaran untuk menghindari kekerasan di jalanan, kampus, dan tempat kerja. Pemeluk Islam pun sebisa mungkin menghindari bentuk kehidupan keluarga yang liberal sebagai jawaban atas tekanan dari kelompok feminis dan simpatisannya.
Kelompok gerekan Islam pada akhirnya menjelma menjadi semacam elemen oposisi bagi pemerintah. Meski Islam adalah ujung tombak perlawanan terhadap kolonial Prancis, tetapi kenyataannya setelah merdeka, pemerintah justru mengawasi dengan sangat ketat kegiatan agama ini melalui Departemen Agama dan Dewan Islam Tertinggi.


Script 3
IF Rahimakumullah...Masih bersama Rendra di MFM, Around The World : ” Jelajahi Muka Bumi...Temukan Kebesaran Illahi... ”

Ketika pecah revolusi Iran tahun 1979, di Aljazair para kaum mudanya semakin bergiat di masjid-masjid tanpa campur tangan pemerintah. Pada setiap kesempatan khutbah, para imam masjid yang tidak menginginkan gaji dari pemerintah, lantang menyuarakan dihentikannya praktik korupsi serta kesenjangan antara kaum miskin dan kaya.
Gerakan perlawanan dari kelompok Islam kian intensif pada tahun 80-an. Tuntunannya antara lain agar masyarakat meninggalkan budaya barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam, mempertanyakan legitimasi ajaran Marxis oleh pemerintah Aljazair dan menuntut pembentukan Republik Islam dengan Alquran sebagai sumber hukum negara.
Setelah terjadinya konfrontasi berdarah antara penganut aliran Marxis dan demonstrator Islam, pemerintah sekonyong-konyong menangkapi mahasiswa, imam, dan kaum intelektual dengan tuduhan subversif dan terkait kelompok Gerakan Islam Aljazair pimpinan Mustapha Bouyali. Sementara Bouyali sendiri tetap memimpin perlawanan gerilya yang banyak terlibat kontak senjata antara tentara pemerintah. Dia tewas pada sekitar awal tahun 1987 dan kelompoknya bubar.
Sewaktu rezim pemerintahan Benjedid melakukan reformasi politik dan mengikutsertakan partisipasi publik, partai Front Penyelamat Islam (FIS) terbentuk tahun 1989 sebagai unsur utama gerakan Islam. Dalam waktu singkat, FIS berhasil memenangkan Pemilu di tingkat lokal, terutama di daerah-daerah kaum pekerja di Algir (ibukota Aljazair) serta di kota-kota lain.
Para pemimpin FIS menjadi unsur pimpinan politik yang punya legitimasi. Akan tetapi, pemerintah lantas membatalkan hasil pemilu tadi dan langsung membekukan FIS pada tahun 1992. Ratusan petinggi FIS dan anggotanya ditangkap dibawah undang-undang darurat negara.
Usai pembekuan aktivitas FIS tersebut, beragam perlawanan dan organisasi Islam bermunculan. Beberapa di antaranya bahkan melakukan gerakan bersenjata dengan target kantor polisi, gedung pengadilan, gedung pemerintah, serta pejabat sipil dan militer.
Salah satu kelompok yang mengadakan gerakan bersenjata adalah Al Takfir wal Hijra. Beranggotakan sekitar 500 orang veteran perang Afganistan, mereka menggelar aksi gerilya kota menyerang kantor polisi dan tangsi tentara. Tujuannya selain merebut senjata juga untuk membuktikan bahwa pemerintah gagal mewujudkan stabilitas keamanan.
Aksi ini akhirnya membuat pemerintah bertindak keras. Sebanyak 9 ribu orang, sebagian besar anggota parlemen FIS di tingkat provinsi, ditangkap dan dimasukkan ke kamp di gurun Sahara pada musim semi tahun 1992 lalu.
Kendati pemerintah mengumumkan telah berhasil menetralisir kelompok perlawanan, akan tetapi di beberapa bagian negara masih berlangsung kontak senjata. Pemerintah pun kembali melakukan sweeping dan menahan sebanyak 30 ribu personel polisi dan militer yang diduga terkait dengan FIS, dan juga menerapkan pengawasan ketat pada penduduk Aljazair.
Banyak pemimpin FIS yang terpaksa mengungsi ke luar negeri, terutama ke Prancis. Di sana mereka tetap mencoba merekrut anggota baru dan mengumpulkan dana bagi gerakan perlawanan. Kebanyakan simpatisan FIS di luar negeri adalah para mahasiswa Aljazair
.
Script 4
Kembali bersama Rendra di MFM, Around The World : ” Jelajahi Muka Bumi...Temukan Kebesaran Illahi... “ di sessi kali ini, sesaat kita jenguk suasana Ramadhan Aljazair tahun lalu ya IF..


Pada saat bulan Ramadhan, pasti kita menjumpai makanan-makanan khas yang tidak kita temukan di bulan-bulan lain. Setiap tempat, pasti memiliki makanan khas sendiri-sendiri. Di Indonesia, makanan khas yang umum sebut saja kolak. Nah, di Aljazair, makanan khas bulan Ramadhannya adalah aneka manisan.

Tapi jangan salah, manisan di Aljazair tidak seperti manisan yang ada di Indonesia. Yang disebut manisan di Aljazair bentuknya lebih mirip kue-kue pastry atau pancake. Jenis-jenis manisan yang banyak di jual di Aljazair antara lain Zalabya-bentuknya seperti donat dan paling digemari, Baklava (puff pastry), Qalb al-louz (pastry dengan bahan almond) dan Qatayef (pancake yang dilipat).

Di bulan Ramadhan tahun 1428 H, harga manisan di Aljazair meroket akibat kenaikan harga tepung dan gula. Meski demikian, masyarakat Aljazair yang membeli manisan tetap antri. Kala itu harga sekilo Zalabya mencapai 200 dinar Aljazair atau sekitar 2, 5 dollar. Sedangkan pada tahun lalunya lagi, harganya hanya 150 dinar.

Ada dua jenis Zalabya yang bersaing di pasaran, yaitu Zalabya ala Tunisia dan Zalabya ala Aljazair yang bernama Boufarik Zalabya, yang diambil dari nama kota, terletak sekitar 35 kilometer dari ibukota Aljazair. Menurut warga kota Boufarik, di kota itu hanya ada tiga keluarga yang membuat Zalabya.

Selain manisan, kurma juga menjadi makanan yang banyak diminati di bulan Ramadhan. Sama hal dengan manisan, harga kurma di Aljazair cukup tinggi pada bulan Ramadhan lalu. Jika tahun sebelumnya harganya hanya 150 dinar per kilo, maka di 1428 H lalu mencapai 300 dinar per kilo.

Di tahun 1428 H, Arab Saudi membentuk sebuah tim untuk melindungi para konsumen dari kenaikan harga-harga selama bulan Ramadhan. Bagaimana dengan Indonesia?


Wallahu’alam bishowab..
Semoga Allah senantiasa menganugerahkan keistiqomahan pada saudara-saudara kita di negeri Aljazair IF, demikian pula dengan kita semua yang ada di Indonesia...meski dengan medan dakwah yang berbeda...situasi beribadah yang tak sama...semoga Allah ringankan hati kita untuk saling mendoakan di kejauhan....amin

0 komentar:

Posting Komentar